Monday, October 05, 2009

Nasihat Futihat

Perintah amar ma’ruf

Amar ma’ruf terdiri dari dua kata, yaitu amar artinya MEMERINTAH dan ma’ruf artinya YANG DIKENAL. Maksud yang dikenal adalah perintah Allah yang telah jelas tertulis dalam al-Qur’an/kitabNya. Jadi yang berwenang memerintah adalah dien Islam, dan masyarakat yang diperintahkan untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi maksiyat adalah masyarakat / ummat yang sudah terikat oleh dien Islam, kaum muslimin-muslimat, yang sudah mengenal Syari’at Islam. Adapun bagi orang yang belum terikat oleh aturan dan UU Islam sekalipun mengaku beragama islam (Karena Islam KTP), tidak ada kewajiban menjalankan Syari’at Islam. Ia harus terlebih dahulu diDakwahi, diajak untuk masuk ke dalam konfigurasi dien Al-Islam, “Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh…….” (Qs 2 : 208), kemudian dibina untuk dikenalkan tentang Al-Islam dengan segala aturan (Syari’at)-Nya (Qs 62 :2). Setelah dia sadar, taslim terhadap Syari’at, maka wajib ia dikawal untuk senantiasa istiqomah dalam menjalankan segala perintah Allah/Amar ma’ruf. Apabila melanggar maka dikenai perintah nahyi munkar/dicegah untuk berbuat munkar. Syari’at Islam hanya sah dilaksanakan oleh Muslim, yaitu orang yang telah menyatakan diri masuk ke dalam al-Islam (Qs 68 : 39). Syari’at Islam hanya dapat diterapkan pada Masyarakat Muslim yang berada dalam wilayah dien Islam. Kaum Musyrik sekalipun melaksanakan Syaria’t Islam tidak akan diterima oleh Allah Swt, “….Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan” (Qs al-An’am (6): 88, al-Zumar (39) : 65

Perintah Nahyi Munkar

Nahyi Munkar terdiri dari dua kata, yaitu nahyi artinya melarang dan munkar artinya kemungkaran. Nahyi Munkar artinya melarang manusia melakukan kemungkaran. Orang yang dilarang melakukan kemungkaran ialah orang yang sudah terikat atau berada dalam al-Islam, dan dia sudah memahami Syari’at Islam. Kaum musyrik (sekalipun mengaku muslim) tidak akan bersedia meninggalkan perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur’an, karena mereka tidak yakin kepadanya. Mereka disebutkan dalam al-Qur’an seperti binatang/kal an’am (Qs 7 : 179). Mereka terlebih dahulu harus diajak/diDakwahi dengan penuh bijaksana untuk memahami hakikat dirinya sebagai Insan (Qs 76 :1), mengenal Rabnya dan kewajiban padaNya (Qs 2 :21, Qs 56:51) hingga tersadarkan untuk berislam.

Dakwah bukanlah mengajak manusia melaksanakan perintah Allah. Dakwah adalah mengajak manusia untuk masuk kepada al-khair, dien al-Islam (Qs 3: 104) atau ke “Sabil” Allah (Qs 16 : 125). Setelah manusia berada dalam al-Khair/al-Islam, maka berlaku-lah amar ma’ruf nahyi munkar.

Alloh menjadikan bumi ini sebagai tempat tinggal, wadah bagi manusia untuk mengabdi kepadaNya. Dengan demikian Alloh memfungsikan manusia sebagai khalifah (Qs 2:30). Khalifah adalah wakil atau mandataris Alloh, pelaksana hukum Alloh di muka bumi. Jadi pembuat hukum adalah hak perogratif Alloh semata, sementara aparatur pelaksananya manusia.

Maka bumi ini layak dan berhak dikuasai, dipimpin oleh orang-orang beriman saja yang menjalankan fungsinya. Sehingga keberadaan bumi ini sebagai mulkyah allah. Namun…bagaimana halnya bila bumi ini dikuasai oleh manusia yang melampaui batas atau THOGUT?. Maka yang terjadi adalah ancaman/teror bagi eksistensi atau keberlangsungan bumi, segala isi dan seluruh penghuninya. Kekacauan senantiasa akan terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, IPOLEKSOSBUDHANKAM. Dan berbagai upaya telah diupayakan mengatasi kekacauan tersebut. Namun upaya2 tersebut akan sia-sia belaka, hanya sebatas tambal sulam. Pergantian kepemimpinan hanya pergantian sosok belaka, sementara akar permasalahannya, yaitu SISTEM yang akan mewadahi terlaksananya hukum Alloh dan akan mengikat manusia untuk beriman kepada Alloh saja tidak diupayakan untuk ditegakkan.

Hingga kini mereka (Thogut) itu sedang berkuasa. Maka segala hukum dan kebijakan yang diproduksi tidak akan menghasilkan manfaat apapun bagi manusia. Kemadlorotan dan kekacauan senantiasa akan berlangsung selama mereka menguasai tiap-tiap wilayah di bumi ini.

www.balakecrakan.wordpress.com

Sabilillah VS Sabilithoghe

“Orang-orang beriman berperang di Jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di Jalan Thogut. Sebab itu perangilah kawan-kawan Syetan itu, karena sesungguhnya tipu daya Syetan itu lemah” (Qs An-Nisa [4] : 76)

Dalam Al-Qur’an kalimat sabil sering dihubungkan dengan kalimat Allah dan at-Thagut. Sehingga membentuk kalimah SABILILLAH, artinya “Jalan Allah”. atau SABILITHOGUT, artinya “Jalan Thogut”. Jalan Allah adalah jalan yang lurus, sedangkan Jalan Thagut adalah jalan yang sesat.

Sabilillah

Sabilillah adalah cara, sistem, metode atau sarana/prasarana untuk terlaksananya pengabdian kepada Allah. Tidak akan diterima amal seseorang kalau tidak berada pada SABILILLAH. Sebagai contohnya “INFAQ”. Allah menyuruh muslim agar berinfaq fi Sabilillah/di Jalan Allah. “Dan berinfaqlah di “jalan Allah”….” (Qs Al-Baqarah [2] : 195). Begitupun “DAKWAH”, Dakwah atau mengajak manusia bukan kepada kelompok, organisasi, partai, Syu’ubiyyah/Nasionalisme. Mengajak manusia yang benar adalah mengajak ke dalam Sabilillah. “Ajaklah manusia ke “jalan Rabmu” dengan bijaksana…”(Qs An Nahl [16] : 125). Kemudian berjihad atau berjuang membela kebenaran harus di dalam Sabilillah, “Dan berperanglah kalian “di Jalan Allah” ….(Qs Al-Baqarah [2] : 244)

Sabilithogut

Menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bentuk Thagut antara lain :

* Penguasa Zalim yang menolak Hukum Allah (QS An-Nisa [4] : 51, 60)

* Institusi, baik lembaga organisasi atau lembaga Negara yang berhukum kepada selain hukum Allah (Qs A;-Maidah [5] : 44, 45, 47)

Adapun dasar hukum Thogut adalah filsafat/hawahu (Qs 23:71), Nenek moyang/Abaahu (Qs 5 : 104) dan hukum-hukum Jahiliyah. Dalam pelaksanaannya Sunatullah para pengikut Thagut akan memerangi para pendukung Sabilillah dengan menggunakan sistem, cara, metode buatan Thagut, diantaranya saat ini berdasarkan kesepakatan suara terbanyak manusia yang tidak tahu menahu hukum Allah atau DEMOKRASI (Qs 6 : 116), inilah yang dimaksud Sabilithagut.

Suatu hal yang ironi orang yang mengklaim berjuang fi Sabililllah tapi menggunakan sistem Thogut tersebut (Qs 4 : 60). Atau lebih ironi lagi, sudah memahami bahwa institusi tersebut adalah institusi Thogut tapi masih mengkritisi kebijakan-kebijakannya atau berada dibawah naungannya/perlindungan hukum.

Sementara Para Rasul Allah senantiasa bersikap “MUKHLISIINA LAHUDDIN” (QS 98 : 5), murni dalam bersistem tanpa ada campur baur dengan sistem gherul islam. Rasululullah saw dan para pelanjutnya hingga akhir jaman bersikap AL-BARO’AH (Qs 60 : 4), berlepas diri/tidak mau tahu/tidak peduli/tidak ambil pusing terhadap aturan-aturan maupun kebijakan-kebijakan Thagut, sembari bersikap AL-WALA kepada kepemimpinan dan aturan-aturan Allah. Sebagaimana halnya Nabi Muhamad Saw di awal perjuangan Islam membentuk DARUL ARQOM (sebagai tempat bermusyawarah/pembinaan umat) sebagai tandingan untuk melawan DARUN NADWAH (tempat berkumpulnya/musyawarah Abu Jahal dan pemimpin Quraiys). Rasululullah Saw dan para Sahabatnya tidak pernah bermusyawarah didalam Gedung Darun Nadwah, walau sempat diajak sekalipun dan tidak memperdulikan kebijakan-kebijakan Kubu Darun Nadwah, atau dengan kata lain tidak pernah BERDEMO di halaman Gedung Darun Nadwah untuk menegakkan Hukum Allah.

Tapi Rasululullah Saw memperkuat dan memperkokoh barisan Darul Arqom (Kaum muslimin) baik dari segi kualitas (Pembinaan, Qs 62 : 2) maupun Kuantitas (Dakwah, Qs 16 :125) untuk menyongsong tegaknya Hukum Allah dalam wujud Madinah, Daulah hingga Khilafah (Qs 25 :55).


www.balakecrakan.wordpress.com